“Tidak bersamaku.”
Jawab Nabila pendek.
Saat ini sudah
memasuki hari senin. Waktu telah menunjukkan pukul 8 pagi. Laksmayutata
mengeluh melihat Mei yang tetap berbaring ditempat tidur, “Bolos kerja lagi ya…”
Mei hanya
memejamkan matanya. “Aku sedang tidak enak badan.”
Mayutata mengerti
sekaliapa yang dirasakan teman akrabnya ini. Tentu saja karna tekanan dari
Daffa lah yang membuatnya seperti ini. Dan lagi, sejak saat itu, dirinya selalu
dilinang masalah. “Yasudahlah… istirahatlah yang cukup…” ujar Mayutata pasrah
dan keluar lalu menutup pintu kamar.
Mei menghela nafas, “Sudah seminggu yang lalu ya…”
Tave duduk
bersila diruang tengah. Ia menunggu teman-temannya datang keruang tengah
seoerti yang sudah Ia katakana sebelumnya. Ia memejamkan matanya disaat
menunggu. Ia memikirkan banyak hal yang harus dikatakan pada teman-temannya.
“Yo!” sapa Nuka
dan langsung duduk dihadapan Tave. Dia selalu saja menjadi orang pertama yang
datang dan tidak pernah terlambat.
“Ada apa sih? Mengganggu
saja.” Adis tiba diruang tengah dengan menguap, malas.
Jean dan Irul
tiba tanpa mengatakan sepatah katapun. Mereka menoleh sana-sini, “Mana Daffa
dan Nissa?”
“Nissa sekolah
dan Daffa Pergi kuliah dengan pacarnya.” Jawab Tave tanpa menoleh sedikitpun.
“Pagi-pagi begini
sudah mesra.” Adis merapikan rambutnya yang berantakan karna baru bangun tidur.
“Baiklah. Ayo mulai.”
Irul melirik kearah Tave.
Tave menghela
nafas dan memulai pembicaraannya, “Mei dan temannya, mulai mencurigai kita.”
“Kamu kenapa diam
saja?” Tanya Fitrins, kekasih Daffa saat mereka berada didalam mobil menuju
kampus.
Daffa tetap
terdiam. Ia tahu benar apa yang akan dikatakan teman-temannya di Losmen mereka.
Seharusnya hari ini Daffa membolos saja. Tapi Ia tidak bisa melakukan itu karna
hari ini dia akan menemani Fitrins belanja setelah kuliah.
Fitrins menyadari
banyaknya isi otak Daffa karna itu dia tidak menjawab pertanyaannya. Fitrins lebih
memilih untuk membiarkannya dalam keadaan seperti ini. Biarkan Daffa
menyelesaikan masalahnya. Ia tidak suka ikut campur urusan orang lain.
“Maaf, sayang. Sepertinya
siang ini, aku tidak bisa menemanimu belanja.” Ucap Daffa menghentikan mobilnya
didepan kampus mereka.
“Soal itu…. Kurasa
dia orang baik-baik saja.” Jawab Rizky sambil memakan sarapannya.
“Ya kupikir juga
begitu. Tapi, dia datang bersama temannya dan mencariku seperti marah. Saat itu
temanku yang berada dirumah memang sedang terbengong. Tapi Ia ingat wajah
lelaki itu. Terlihat marah.” Jawab Mei disebrang sana.
“Lalu dia
menghentikannya bukan?” Rizky sedikit tertawa.
“Ya kau benar. Tapi,
yang kutanyakan adalah, kenapa mereka marah padaku?”
“Tanyakan saja
langsung padanya kan?”
Ruang tengah saat
itu seperti tempat rapat. Mereka berlima, Tave, Nuka, Jean, Irul dan Adis duduk
membuat lingkaran disana. Mereka membicarakan hal yang menurut Tave serius. Respon
mereka hanya anggukan.
Pintu tiba-tiba
didobrak, Daffa. “Tiba-tiba aku merasakan firasat buruk!” teriaknya mendobrak
pintu dan langsung masuk.
Irul melirik
sinis Tave, “Kau bilang dia kuliah?”
Tave balik
melirik Daffa. Biarkan Daffa sendiri yang menjawabnya.
Nafas Daffa masih
tidak beraturan. Ia berkata, “Aku bolos hari ini. Tapi aku ke kampus tadi untuk
izin.”
Tave menunggingkan senyum kemenangannya pada Irul.
Seperti bisa
membaca pikiran orang,Daffa berkata “Tampaknya, Rizky dan Mei akan menemui Tave…”
“Benar katamu.” Tave melihat display
handphone nya. “Lihat. Dia meneleponku.” Lalu Tave menunjukkannya pada
teman-temannya.
“Dia menerimanya. 30 menit
setelah ini, dia akan sampai di kafe itu.” Ucap Mei ditelepon.
“Bagus.” Jawab Rizky pendek.
“Tapi dia juga akan meminta
temannya untuk mengantarkannya. Tempat itu sangat jauh untuk dia yang sedang
berada di losmennya.” Ujar Mei menjelaskan.
“Dan kau datang bersamaku, bukan?”
“Tumpangan.” Ujar Tave.
“Aku ikut mengantarkan deh! Aku akan
menyelesaikan ‘Misi’ ini!” kata Nuka ceria dan mengambil kunci mobil yang
tergantung dibelakang pintu kamarnya.
“Aku juga ikut.” Ucap Jean
menyisir rambutnya.
Bagus! tumpangan
dan supir. Lengkap. Batin Tave menyeringai dalam hatinya. “Perjalanan
kita ke kafe itu sekitar 20 menit jika tidak macet.”
“Ayo pergi sekarang!” Nuka masuk
kedalam mobilnya dan memanaskannya.
Di perjalananmenuju kafe yang
direncanakan, mereka bertiga tidak diam. Tentu saja membicarakan hal-hal yang
tidak penting. Contohnya, “Kau tahu, saat aku main petak umpet sejak umur 8
tahun, aku ditemukan dengan mudah! Dan aku bergantian menjaga!” curhat Nuka.
“Saat guruku menerangkan pelajaran bahasa,
aku tertidur dan aku dihukum. Memalukan sekali.” Curhat Jean.
Tave hanya diam dengan suasana
bodoh seperti ini. Ia ingin mengganti topic pembicaraan. Dan Ia lupa sesuatu, “Gawat…”
“Pasti ada yang ketinggalan.” Ucap
Jean dengan malas.
“Yah sudah jauh ini…” Nuka
mengeluh.
“Bukan. Aku melupakan wajah Mei…..”
Perjalanan itu terasa sangat
lama. Macet panjang yang membuat mereka berada dijalan sampai 35 menit. Karna membosankan,
Tave membuka pembicaraan. “Kau tahu kan? Mei dan Daffa adalah mantan tunangan?”
“Begitulah.” Jawab Jean datar.
“Ya. Sepertinya Mei begitu
tertekan. Daffa sendiri playboy kan. Apa boleh buat.” Simpul Nuka.
Tave tertarik dengan pembicaraan
kali ini, “Saking tertekannya, Ia melakukan percobaan bunuh diri. Dengan melompat
dari atas atap ketinggian lebih dari 4Kilometer.”
Seketika meledak tawa didalam
mobil tersebut. Nuka tak ada hentinya tertawa. Ia mengakak sejadi-jadinya, “Bodoh
sekali dia. Hanya karna begitu saja berniat bunuh diri.”
“Lebih bodoh lagi dia terlalu menyayangi
Daffa yang playboy.” Tawa Jean histeris.
“Yah begitulah.”
“Telat.” Ucap Rizky bolak-balik
melirik jam tangannya.
“Sudah 40 menit.” Simpul Mei.
“Tak kusangka makanan di kafe ini
enak juga.” Mereka terlanjur memesan makanan duluan karna Mei belum sempat
sarapan.
“Hm?” Mei tidak mengerti.
“Mungkin karna aku disini
bersamamu, makanan ini jadi terasa enak.”
“E-eh?”
To be continue~
......apa-apaan tuh tave? sok(?) cool banget (--,) #ditampar
ReplyDeletelanjut ( '-')/
Bilang aja iri
Delete