Thursday 18 October 2012

Part 7


        “Tidak bersamaku.” Jawab Nabila pendek.

        Saat ini sudah memasuki hari senin. Waktu telah menunjukkan pukul 8 pagi. Laksmayutata mengeluh melihat Mei yang tetap berbaring ditempat tidur, “Bolos kerja lagi ya…”

       Mei hanya memejamkan matanya. “Aku sedang tidak enak badan.”

        Mayutata mengerti sekaliapa yang dirasakan teman akrabnya ini. Tentu saja karna tekanan dari Daffa lah yang membuatnya seperti ini. Dan lagi, sejak saat itu, dirinya selalu dilinang masalah. “Yasudahlah… istirahatlah yang cukup…” ujar Mayutata pasrah dan keluar lalu menutup pintu kamar.

        Mei  menghela nafas, “Sudah seminggu yang lalu ya…”

        Tave duduk bersila diruang tengah. Ia menunggu teman-temannya datang keruang tengah seoerti yang sudah Ia katakana sebelumnya. Ia memejamkan matanya disaat menunggu. Ia memikirkan banyak hal yang harus dikatakan pada teman-temannya. 

        “Yo!” sapa Nuka dan langsung duduk dihadapan Tave. Dia selalu saja menjadi orang pertama yang datang dan tidak pernah terlambat.

        “Ada apa sih? Mengganggu saja.” Adis tiba diruang tengah dengan menguap, malas.

        Jean dan Irul tiba tanpa mengatakan sepatah katapun. Mereka menoleh sana-sini, “Mana Daffa dan Nissa?”

        “Nissa sekolah dan Daffa Pergi kuliah dengan pacarnya.” Jawab Tave tanpa menoleh sedikitpun.

        “Pagi-pagi begini sudah mesra.” Adis merapikan rambutnya yang berantakan karna baru bangun tidur.

        “Baiklah. Ayo mulai.” Irul melirik kearah Tave.

        Tave menghela nafas dan memulai pembicaraannya, “Mei dan temannya, mulai mencurigai kita.” 


        “Kamu kenapa diam saja?” Tanya Fitrins, kekasih Daffa saat mereka berada didalam mobil menuju kampus.

        Daffa tetap terdiam. Ia tahu benar apa yang akan dikatakan teman-temannya di Losmen mereka. Seharusnya hari ini Daffa membolos saja. Tapi Ia tidak bisa melakukan itu karna hari ini dia akan menemani Fitrins belanja setelah kuliah.

        Fitrins menyadari banyaknya isi otak Daffa karna itu dia tidak menjawab pertanyaannya. Fitrins lebih memilih untuk membiarkannya dalam keadaan seperti ini. Biarkan Daffa menyelesaikan masalahnya. Ia tidak suka ikut campur urusan orang lain.

        “Maaf, sayang. Sepertinya siang ini, aku tidak bisa menemanimu belanja.” Ucap Daffa menghentikan mobilnya didepan kampus mereka.



        “Soal itu…. Kurasa dia orang baik-baik saja.” Jawab Rizky sambil memakan sarapannya.

        “Ya kupikir juga begitu. Tapi, dia datang bersama temannya dan mencariku seperti marah. Saat itu temanku yang berada dirumah memang sedang terbengong. Tapi Ia ingat wajah lelaki itu. Terlihat marah.” Jawab Mei disebrang sana.

        “Lalu dia menghentikannya bukan?” Rizky sedikit tertawa.

        “Ya kau benar. Tapi, yang kutanyakan adalah, kenapa mereka marah padaku?”

        “Tanyakan saja langsung padanya kan?”


        Ruang tengah saat itu seperti tempat rapat. Mereka berlima, Tave, Nuka, Jean, Irul dan Adis duduk membuat lingkaran disana. Mereka membicarakan hal yang menurut Tave serius. Respon mereka hanya anggukan.

        Pintu tiba-tiba didobrak, Daffa. “Tiba-tiba aku merasakan firasat buruk!” teriaknya mendobrak pintu dan langsung masuk.

        Irul melirik sinis Tave, “Kau bilang dia kuliah?”

        Tave balik melirik Daffa. Biarkan Daffa sendiri yang menjawabnya.

        Nafas Daffa masih tidak beraturan. Ia berkata, “Aku bolos hari ini. Tapi aku ke kampus tadi untuk izin.”

Tave menunggingkan senyum kemenangannya pada Irul.

        Seperti bisa membaca pikiran orang,Daffa berkata “Tampaknya, Rizky dan Mei akan menemui Tave…”

“Benar katamu.” Tave melihat display handphone nya. “Lihat. Dia meneleponku.” Lalu Tave menunjukkannya pada teman-temannya.


“Dia menerimanya. 30 menit setelah ini, dia akan sampai di kafe itu.” Ucap Mei ditelepon.

“Bagus.” Jawab Rizky pendek.

“Tapi dia juga akan meminta temannya untuk mengantarkannya. Tempat itu sangat jauh untuk dia yang sedang berada di losmennya.” Ujar Mei menjelaskan.

“Dan kau datang bersamaku, bukan?”


“Tumpangan.” Ujar Tave.

“Aku ikut mengantarkan deh! Aku akan menyelesaikan ‘Misi’ ini!” kata Nuka ceria dan mengambil kunci mobil yang tergantung dibelakang pintu kamarnya.

“Aku juga ikut.” Ucap Jean menyisir rambutnya.

Bagus! tumpangan dan supir. Lengkap. Batin Tave menyeringai dalam hatinya. “Perjalanan kita ke kafe itu sekitar 20 menit jika tidak macet.”

“Ayo pergi sekarang!” Nuka masuk kedalam mobilnya dan memanaskannya.

Di perjalananmenuju kafe yang direncanakan, mereka bertiga tidak diam. Tentu saja membicarakan hal-hal yang tidak penting. Contohnya, “Kau tahu, saat aku main petak umpet sejak umur 8 tahun, aku ditemukan dengan mudah! Dan aku bergantian menjaga!” curhat Nuka.

“Saat guruku menerangkan pelajaran bahasa, aku tertidur dan aku dihukum. Memalukan sekali.” Curhat Jean.

Tave hanya diam dengan suasana bodoh seperti ini. Ia ingin mengganti topic pembicaraan. Dan Ia lupa sesuatu, “Gawat…”

“Pasti ada yang ketinggalan.” Ucap Jean dengan malas.

“Yah sudah jauh ini…” Nuka mengeluh.

“Bukan. Aku melupakan wajah Mei…..”
 
Perjalanan itu terasa sangat lama. Macet panjang yang membuat mereka berada dijalan sampai 35 menit. Karna membosankan, Tave membuka pembicaraan. “Kau tahu kan? Mei dan Daffa adalah mantan tunangan?”

“Begitulah.” Jawab Jean datar.

“Ya. Sepertinya Mei begitu tertekan. Daffa sendiri playboy kan. Apa boleh buat.” Simpul Nuka.

Tave tertarik dengan pembicaraan kali ini, “Saking tertekannya, Ia melakukan percobaan bunuh diri. Dengan melompat dari atas atap ketinggian lebih dari 4Kilometer.”

Seketika meledak tawa didalam mobil tersebut. Nuka tak ada hentinya tertawa. Ia mengakak sejadi-jadinya, “Bodoh sekali dia. Hanya karna begitu saja berniat bunuh diri.”

“Lebih bodoh lagi dia terlalu menyayangi Daffa yang playboy.” Tawa Jean histeris.

“Yah begitulah.”


“Telat.” Ucap Rizky bolak-balik melirik jam tangannya.

“Sudah 40 menit.” Simpul Mei.

“Tak kusangka makanan di kafe ini enak juga.” Mereka terlanjur memesan makanan duluan karna Mei belum sempat sarapan.

“Hm?” Mei tidak mengerti.

“Mungkin karna aku disini bersamamu, makanan ini jadi terasa enak.”

“E-eh?”




To be continue~


2 comments: