Sunday 28 October 2012

Sekilas tentang kemaren.


Hari itu, kemaren, 27 oktober 2012 kami sepakat untuk main kerumah abangmer. Di JakTim. Semua berlalu normal. Sampe disana kita makan, main, dan ngomongin sekilas DCFA.

                Kita main basket dan bola sepak biasa.semua berjalan biasa saja. Tapi cukup menyenangkan. Sekian.

Tuesday 23 October 2012

Part 9! Ending is Here!


        Ia membuka perlahan kedua matanya. Ia mulai melihat kembali dunia nya. Ia lihat sebuah langit-langit berwarna putih terang. Ia gerakkan sedikit jari jemarinya. Ia sadari sebuah benda menusukpergelangan tangannya. Ia lirik benda itu sekilas tanpa menggerakkan arah kepalanya, Infus.

        Ia memutar bola matanya ke segala arah. Ia sadari seseorang sedang memangku tangan diatas bed cover yang ditidurinya. Ia seperti sangat mengenal sosok itu. Ia kembali memutar bola matanya. Ia dapati tetesan air infuse yang tergantung diatasnya. Ia menyadarinya, Ia sedang berada dirumah sakit.

        Ia mulai mengingat apa yang telah terjadi selama ini. Kalau Ia tidak salah mengingat, kecelakaan baru saja menimpanya. Lalu, apa yang terjadi barusan? Ia menghela nafas ringan.
        

        Seketika Ia merasa telapak tangannya disentuh lembut, “Mei, kau… sudah bangun?” lirihnya.
        Ia menatap sayu sosok yang berinteraksi dengannya. Pandangannya masih terasa buram. Namun Ia mengenal jelas sosok itu, “Daffa…. Apa yang terjadi?”

        Sosok itu terkejut. Seketika air mata jatuh dari bola matanya. Ia mulai menangis dan memeluk Mei. Ia menangis diatas dahi Mei sambil memeluknya, “Syukurlah Mei… kau sudah sadar. Terimakasih …” isaknya.

        Perasaan ini…. Dahiku kembali basah…. Aku merasakan ini sebelumnya… 

        “Aku menunggumu Mei… kami semua disini menunggumu….” Ia semakin terisak dan memperat pelukannya dikepala Mei.

        Mei terdiam menikmatinya. Ia masih terheran. Apa yang terjadi sebenarnya. Dirinya tidaklah amnesia. Namun, apalah kejadian yang Ia rasakan barusan?

        Sosok itu melepas pelukannya dari Mei. Ia menyeka air matanya. “Mimpi indahkah? Sudah sebulan kau tertidur…”

        Mei bisa saja kaget mendengarnya. Namun, Ia tak bisa memperagakan terkejutnya dirinya karna tubuhnya yang masih lemas. Ia hanya tersenyum dan menjawab pelan, “entahlah…”


Tiba-tiba suara pintu dibuka. Seorang lelaki berjas putih masuk kedalam ruangan diikuti dua wanita lainnya. Dokter itu member saran pada dua wanita tersebut dan pergi keluar kamar pasien ini.

        “Mei! Syukurlah kau sudah sadar!” wanita berkacamata itu menghampiri Mei dengan raut wajah sangat cemas. Daffa mulai menyingkir dari tempat Mei. Memberikan ruang untuk dua orang teman Mei yang ikut cemas juga.

        “Syukurlah….. kau tahu Mei, “ seorang wanita satu lagi yang berwajah keturunan Cina angkat bicara, “Kau sudah koma selama satu bulan.”
Suasana haru terjadi di ruangan itu. Daffa, tungangan Mei hanya bisa tersenyum melihat hal itu.


Aku tidak tahu apa yang terjadi. Benar katamu Daffa, aku sedang bermimpi…


        “Bisa tinggalkan kami berdua? Sebentar saja.” Pinta Daffa yang sudah bosan menunggu peristiwa haru diantara mereka.

        Mereka berdua, Anggi dan Veren mengangguk dan keluar dari ruangan. Daffa mulai duduk dikursi dan menghadap pada Mei. 

“Kamu tidak mengingo sama sekali.” Ujar nya.
Mei hanya tersenyum. Ia masih sangat lemas untuk berbicara.

“Kau tahu tanggal berapa sekarang? Upacara pernikahan  kita telah lewat. Namun, saat ini, sudikah kamu jika aku melamarmu saat ini?”

Wajah Mei mulai merona merah saat itu juga. Ia tatapi Daffa yang memasang cincin di jari manisnya. 


        Mei mulai semangat untuk menggerakkan mulutnya. Ia ingin menanyakan satu hal untuk memastikan sesuatu. “Dimana Rizky? Fani? Nabila? Ivan Dan Tave?”

        Daffa mengerutkan dahinya, “Siapa mereka?”

        “Rizky adalah teman sekosanmu. Ivan adalah juniormu. Dan Tave adalah keponakanmu. Dimana mereka?”

        Daffa bergumam dan memejamkan wajahnya. “Mereka adalah mimpimu. Orang-orang yang menghiasi mimpimu. Jadi, indahkah mimpi itu?”


        Apakah selama ini aku bermimpi? Semua yang telah terjadi, mimpi kah semua itu?


        “Asal kau sudah bangun dari mimpimu, semua sudah cukup. Jika indah, ceritakanlah padaku, dan jika buruk, lupakanlah.” Ujar Daffa memeluk Mei yang masih terbaring diatas bantalnya.

        Mei mengangkat tangan kirinya dan melingkarkannya dileher Daffa, merangkulnya, “Kurasa… mimpi buruk.” Gumamnya. “Tapi juga indah.”


-THE END-

Monday 22 October 2012

Part 8

        “Daffa bukanlah orang seperti itu!!” Tave menggebrak meja dan segera bangkit. Ia melangkah meninggalkan meja tempat mereka minum kopi.
        “He-hei….” Nuka ingin menghentikan konflik diantara mereka yang berada dihadapannya.
        gossip ya…” tanggap Jean dengan raut wajah malas. Ia berdiri dan melangkah mengikuti Tave.
        Tave mendorong pintu kafe dan berdiri diambang pintu nya. Ia melirik sinis Mei, “Bangun dan lihat lah kenyataan. Dia menunggumu.”

        Mei menatap sayu mereka bertiga yang keluar dari kafe. Mei tahu Ia marah. Namun, dirinya tetap tegar. Ia ingin tahu, kenapa mereka bertiga membela Daffa. Bukan dirinya.
        “Sudahlah. Tak usah dipirkan. Biar saja mereka seperti itu.” Rizky menenangkan Mei sambil meneguk kopi nya.

Menunggu…
Indah…
Mimpi…
Sadarlah…
…Disini….
Pikiran Mei mulai kacau. Matanya berkunang-kunang. Ia menahan kepala dengan telapak tangannya. Pengelihatannya mulai buram. Ia seperti terjatuh dalam kegelapan.

Ia mendengar isakan tangis di sisinya. Suara lirih seseorang yang sangat Ia kenal. Ia terus mendengarkan suara itu. Baying-bayang menyelimuti diirnya. Ia taktahu dirinya ada dimana. Ingatan nya menuju kearah cahaya yang mengeluarkan suara.


        “Kenapa kau marah-marah?” Tanya Nuka antusias.
        “Tak apa-apa.” Jawab Tave datar.
        “Memang sebaiknya aku tak ikut acara seperti ini. Gossip memalukan. Kau diperhatikan para tamukafe tadi tahu.” Jean angkat bicara.
Tave hanya mengangguk polos. Seolah tak ada kesalahan yang Ia lakukan.
“Kalian tahu, semua ini akan segera berakhir.”


“MEI!!”
Teriakan Rizky menyadarkan Mei. Mei segera sadar. “Aku ingin pulang. Ayo antarkan aku.”
       
Rizky tahu benar kondisi Mei. Ia segera membantu Mei yang sudah sangat lemas untuk berjalan dan masuk kedalam mobilnya. Ia segera menuju rumah sepupu Mei.


“Terimakasih.” Ucap Mei dengan lemas lalu Ia masuk kedalam rumahnya. Ia telah sampai dirumah. Tak ada suara pun yang bisa menyadarkan Mei dari pikirannya yang membayang. Ia merasa demam.
Ia baringkan tubuhnya diatas tempat tidur. Ia segera beristirahat. Diusapnya keringat yang membasahi kepalanya. Tubuhnya menghangat.
Ia mulai bisa mendengar suara-suara yang sangat Ia kenal. Suara-suara yang sangat menyentuh hatinya. Suara yang bisa membuat Ia mersa nyaman.

Mimpi  indahkah?
Atau buruk?
Kalau indah, cepatlah bangun dan ceritakan padaku.
Dan kalau buruk, kuharap kamu bisa segera bangun dan jangan ceritakan mimpi itu pada siapapun.
Apa yang terjadi di mimpimu selama ini?
Kuharap aku muncul di mimpimu.
Aku menunggumu, kau tahu?
Bangunlah…
Sadarlah Mei… sebelum waktunya habis….
Oh iya, ada satu hal yang tidak akan pernah kulupakan saat bersamamu. Kuharap kamu bisa mendengarkanku.
Aku ingin bercerita banyak padamu. Aku ingin menghabiskan waktuku untukmu disini.
Baiklah, pembukaanya terlalu panjang ya> mari ku mulai.
Kau ingatkan, saat kita ke Disney land?
Itu merupakan pengalaman yang terindah saat kita bersama. Ya walaupun biaya saat itu masih dibayarkan orang tuaku. Tapi suatu saat, aku janji. Aku akan menggunakan uangku, untuk bisa berjalan bersamamu sesudah kita menikah nanti.
Sebenarnya, aku ingin bercerita lebih banyak lagi.
Tapi kau tahu kan?  Aku orang yang sulit bercurhat ria.
Tapi kugunakan waktuku untuk bercerita padamu.
Kumohon, dengarkanlah ceritaku.
Anggukkanlah kepalamu atau gerakkanlah jarimu jika kau mendengarkanku.
Aku tahu ini situasi sulit.
Tapi percayalah. Kau pasti akan bangun dari mimpimu.
Kau akan kembali padaku.
Dan untuk itu…
Bangunlah…. Mei….


Isakan dari suara yang Ia dengar mulai jelas. Dahinya mulai basah. Apa yang terjadi…
Suara milik siapakah itu….


Thursday 18 October 2012

Part 7


        “Tidak bersamaku.” Jawab Nabila pendek.

        Saat ini sudah memasuki hari senin. Waktu telah menunjukkan pukul 8 pagi. Laksmayutata mengeluh melihat Mei yang tetap berbaring ditempat tidur, “Bolos kerja lagi ya…”

       Mei hanya memejamkan matanya. “Aku sedang tidak enak badan.”

        Mayutata mengerti sekaliapa yang dirasakan teman akrabnya ini. Tentu saja karna tekanan dari Daffa lah yang membuatnya seperti ini. Dan lagi, sejak saat itu, dirinya selalu dilinang masalah. “Yasudahlah… istirahatlah yang cukup…” ujar Mayutata pasrah dan keluar lalu menutup pintu kamar.

        Mei  menghela nafas, “Sudah seminggu yang lalu ya…”

        Tave duduk bersila diruang tengah. Ia menunggu teman-temannya datang keruang tengah seoerti yang sudah Ia katakana sebelumnya. Ia memejamkan matanya disaat menunggu. Ia memikirkan banyak hal yang harus dikatakan pada teman-temannya. 

        “Yo!” sapa Nuka dan langsung duduk dihadapan Tave. Dia selalu saja menjadi orang pertama yang datang dan tidak pernah terlambat.

        “Ada apa sih? Mengganggu saja.” Adis tiba diruang tengah dengan menguap, malas.

        Jean dan Irul tiba tanpa mengatakan sepatah katapun. Mereka menoleh sana-sini, “Mana Daffa dan Nissa?”

        “Nissa sekolah dan Daffa Pergi kuliah dengan pacarnya.” Jawab Tave tanpa menoleh sedikitpun.

        “Pagi-pagi begini sudah mesra.” Adis merapikan rambutnya yang berantakan karna baru bangun tidur.

        “Baiklah. Ayo mulai.” Irul melirik kearah Tave.

        Tave menghela nafas dan memulai pembicaraannya, “Mei dan temannya, mulai mencurigai kita.” 


        “Kamu kenapa diam saja?” Tanya Fitrins, kekasih Daffa saat mereka berada didalam mobil menuju kampus.

        Daffa tetap terdiam. Ia tahu benar apa yang akan dikatakan teman-temannya di Losmen mereka. Seharusnya hari ini Daffa membolos saja. Tapi Ia tidak bisa melakukan itu karna hari ini dia akan menemani Fitrins belanja setelah kuliah.

        Fitrins menyadari banyaknya isi otak Daffa karna itu dia tidak menjawab pertanyaannya. Fitrins lebih memilih untuk membiarkannya dalam keadaan seperti ini. Biarkan Daffa menyelesaikan masalahnya. Ia tidak suka ikut campur urusan orang lain.

        “Maaf, sayang. Sepertinya siang ini, aku tidak bisa menemanimu belanja.” Ucap Daffa menghentikan mobilnya didepan kampus mereka.



        “Soal itu…. Kurasa dia orang baik-baik saja.” Jawab Rizky sambil memakan sarapannya.

        “Ya kupikir juga begitu. Tapi, dia datang bersama temannya dan mencariku seperti marah. Saat itu temanku yang berada dirumah memang sedang terbengong. Tapi Ia ingat wajah lelaki itu. Terlihat marah.” Jawab Mei disebrang sana.

        “Lalu dia menghentikannya bukan?” Rizky sedikit tertawa.

        “Ya kau benar. Tapi, yang kutanyakan adalah, kenapa mereka marah padaku?”

        “Tanyakan saja langsung padanya kan?”


        Ruang tengah saat itu seperti tempat rapat. Mereka berlima, Tave, Nuka, Jean, Irul dan Adis duduk membuat lingkaran disana. Mereka membicarakan hal yang menurut Tave serius. Respon mereka hanya anggukan.

        Pintu tiba-tiba didobrak, Daffa. “Tiba-tiba aku merasakan firasat buruk!” teriaknya mendobrak pintu dan langsung masuk.

        Irul melirik sinis Tave, “Kau bilang dia kuliah?”

        Tave balik melirik Daffa. Biarkan Daffa sendiri yang menjawabnya.

        Nafas Daffa masih tidak beraturan. Ia berkata, “Aku bolos hari ini. Tapi aku ke kampus tadi untuk izin.”

Tave menunggingkan senyum kemenangannya pada Irul.

        Seperti bisa membaca pikiran orang,Daffa berkata “Tampaknya, Rizky dan Mei akan menemui Tave…”

“Benar katamu.” Tave melihat display handphone nya. “Lihat. Dia meneleponku.” Lalu Tave menunjukkannya pada teman-temannya.


“Dia menerimanya. 30 menit setelah ini, dia akan sampai di kafe itu.” Ucap Mei ditelepon.

“Bagus.” Jawab Rizky pendek.

“Tapi dia juga akan meminta temannya untuk mengantarkannya. Tempat itu sangat jauh untuk dia yang sedang berada di losmennya.” Ujar Mei menjelaskan.

“Dan kau datang bersamaku, bukan?”


“Tumpangan.” Ujar Tave.

“Aku ikut mengantarkan deh! Aku akan menyelesaikan ‘Misi’ ini!” kata Nuka ceria dan mengambil kunci mobil yang tergantung dibelakang pintu kamarnya.

“Aku juga ikut.” Ucap Jean menyisir rambutnya.

Bagus! tumpangan dan supir. Lengkap. Batin Tave menyeringai dalam hatinya. “Perjalanan kita ke kafe itu sekitar 20 menit jika tidak macet.”

“Ayo pergi sekarang!” Nuka masuk kedalam mobilnya dan memanaskannya.

Di perjalananmenuju kafe yang direncanakan, mereka bertiga tidak diam. Tentu saja membicarakan hal-hal yang tidak penting. Contohnya, “Kau tahu, saat aku main petak umpet sejak umur 8 tahun, aku ditemukan dengan mudah! Dan aku bergantian menjaga!” curhat Nuka.

“Saat guruku menerangkan pelajaran bahasa, aku tertidur dan aku dihukum. Memalukan sekali.” Curhat Jean.

Tave hanya diam dengan suasana bodoh seperti ini. Ia ingin mengganti topic pembicaraan. Dan Ia lupa sesuatu, “Gawat…”

“Pasti ada yang ketinggalan.” Ucap Jean dengan malas.

“Yah sudah jauh ini…” Nuka mengeluh.

“Bukan. Aku melupakan wajah Mei…..”
 
Perjalanan itu terasa sangat lama. Macet panjang yang membuat mereka berada dijalan sampai 35 menit. Karna membosankan, Tave membuka pembicaraan. “Kau tahu kan? Mei dan Daffa adalah mantan tunangan?”

“Begitulah.” Jawab Jean datar.

“Ya. Sepertinya Mei begitu tertekan. Daffa sendiri playboy kan. Apa boleh buat.” Simpul Nuka.

Tave tertarik dengan pembicaraan kali ini, “Saking tertekannya, Ia melakukan percobaan bunuh diri. Dengan melompat dari atas atap ketinggian lebih dari 4Kilometer.”

Seketika meledak tawa didalam mobil tersebut. Nuka tak ada hentinya tertawa. Ia mengakak sejadi-jadinya, “Bodoh sekali dia. Hanya karna begitu saja berniat bunuh diri.”

“Lebih bodoh lagi dia terlalu menyayangi Daffa yang playboy.” Tawa Jean histeris.

“Yah begitulah.”


“Telat.” Ucap Rizky bolak-balik melirik jam tangannya.

“Sudah 40 menit.” Simpul Mei.

“Tak kusangka makanan di kafe ini enak juga.” Mereka terlanjur memesan makanan duluan karna Mei belum sempat sarapan.

“Hm?” Mei tidak mengerti.

“Mungkin karna aku disini bersamamu, makanan ini jadi terasa enak.”

“E-eh?”




To be continue~