Sunday 14 October 2012

Part 4





  Fani memeluk guling dan berbaring di tempat tidurnya. Ia selalu mengingat pertemuannya dengan Rizky. Berkali-kali Ia menelpon Mei, tetapi tidak diangkat juga. Ia berpikir, kenapa Mei bisa kenal dengan orang seperti Rizky. Ia seperti bermimipi bisa bertemu dengan Rizky.
Fani adalah wanita keturunan kolongmerat. Hidupnya penuh dengan kemewahan. Tentu saja Ia berpikir bahwa Rizky mau dengan orang seperti dirinya. Orang mana yang tidak mau dengan hartawan?
Ia mengulat diatas kasur dengan bed cover indahnya. Dirinya selalu tersenyum dengan sendirinya. Ia tak bisa membiarkan hal ini terpendam. Ia menelpon temannya,
“Andi, bisakah kau kesini?”

“Jadi, apa yang kau lakukan pada Daffa? Kau bilang tadi kau bertemu dengannya kan?” Tanya Mei. Mereka sedang berjalan santai.
“Ah… tidak ada apa-apa.” Jawab Rizky dusta. “Apakah kamu tetap mencintainya?”
Mei menggaruk kepalanya. “Melupakan orang yang terlanjur kita sayangi adalah hal sulit. Itu tidak semudah membalikkan telapak tangan.”
“Bagaimana jika, ketika angin berhenti berhembus, kau akan berhenti mencintainya?”
“Aku… tidak tahu…”

Mereka menuju Restoran sederhana yang tak jauh dari lapangan. Mereka bertujuan untuk makan siang disana. Dan Rizky selalu berusaha membuat Mei agar kembali ceria.

“Senpai?”
“Senpai?!”
Daffa mengerjapkan matanya. Ia baru tersadar dari lamunannya karma Ivan yang terus menyadarkannya berkali-kali. “Ya… kenapa kau ingin bertemu denganku?”
Ivan menatap lesu. Lagi-lagi Ia harus mengulang topic yang akan dibirakannya kembali. “Ini tantang Mei.”
“Oh ya ada apa dengan Mei?” Tanya Daffa santai seolah tak ada yang terjadi.
Angin berhembus seolah menusuk jantung Ivan. Senior dihadapannya sama sekali tidak terkejut mendengar pernyataannya. Bola yang sejak tadi dipegangnya terlepas karna Ia sendiri melepas tenaga nya. Sulit dipercaya, Daffa menjadi orang yang tidak berperasaan.
“Maaf aku sedang terburu-buru. Kalau ada perlu, hubungi aku saja!” Daffa tersenyum lalu berlalu. Ivan berdiri mematung menatap kepergian Daffa.

“Fani, aku katakan padamu sekali lagi ya. Jangan mudah terpesona.” Ujar Andi tegas.
“Aku bukan terpesona! Aku hanya jatuh cinta!”
“Cukup.” Andi menyerah dengan curhatan Fani yang selalu saja bercerita semacam ini.
Mereka sedang bercakap-cakap, tidak lama kemudian interphone kamar Fani menyala. Fani segera membuka pintu kamarnya, Nissa.
“Akhirnya kau datang. Aku menunggumu~ mari dengarkan ceritaku.”

“Hmm…. Sesungguhnya, aku mengenal Rizky itu. Dia adalah teman satu kosan dengan kakakku…” ujar Nissa dengan malas.
“Dan aku tidak mengenal kakakmu.” Ucap Fani pendek.

Restoran itu terasa hening. Tak ada percakapan diantara mereka. Sibuk pada pikiran masing-masing. Rizky sendiri merasa heran, kenapa Ia menjadi canggung seperti ini. Makanan yang dipesan Rizky telah habis disantapnya. Ia menunggu Mei yang akan menyusulnya.
“Hei Mei…. Ada yang ingin kukatakan padamu…”
Mei mengangkat alsinya, “Apa?”
“Aku tidak peduli apa rekasi mu, bisakah kau lupakan Daffa sekarang? Dan berpaling padaku?”


To be continue…

5 comments:

  1. Yo Sal ( ._.)/
    Nah, aku suka sih gaya ceritamu ...
    Tapi, agak sedikit bingung sama alurnya (--,)a

    Tapi tetep ditunggu lanjutannya dong~

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya itu terlalu terburu-buru. Padahal part pertama itu bagus (--,)

      Delete
  2. Iya itu terlalu terburu-buru. Padahal part pertama itu bagus (--,)

    ReplyDelete
  3. apa-apaantuh..suruh berpaling =_=
    hebat tan idenya..lanjut~

    ReplyDelete