Cuaca
cerah tidak mengubah mood nya sama sekali. Perlahan menusuk-nusuk hatinya
dengan ganas. Air matanya tidak pernah berhenti mengalir. Seolah tidak akan pernah
bisa menerima kenyataan yang telah terjadi. Wanita muda nan cantik—atau biasa
dipanggil Fani terisak dalam tangisnya. Seseorang yang dicintainya telah pergi
meninggalkannya dengan kondisi yang mengenaskan. Orang yang dicintainya telah
dibunuh oleh seseorang yang belum diketahui identitasnya.
Fani
beranjak dari tempat tidurnya. Ia menuju wastafel yang berada dipojok dinding
kamarnya. Ia membasuh wajahnya lalu keluar dari kamarnya.
Pemotretan
telah selesai. Wanita muda keluar dari sebuah ruangan seraya menyapa
Nuka--kameramen yang memotret dirinya selama pemotretan. Model itu menyambar
Koran yang berada diatas kursi yang akan didudukinya. Lalu berdecak, “Cih,
kasus bodoh ini belum berakhir juga.” Keluhnya dan melempar Koran itu. “Nona
Natasha!”
Model
itu menoleh kearah sumber panggilan. Seorang lelaki muda menghampirinya, “Sudah
waktunya. Mari kita pulang.”
Natasha—model
muda yang baru saja naik daun mengeluh kesal. Baru saja Ia selesai pemotretan,
sudah harus pulang kerumah. Dengan sewot Ia mengatakan, “Baiklah, ayo kita
pulang. Tapi sebelum itu, antarkan aku ke restoran di hotel bintang lima disebrang
sana, Jean.”
Harjono
yang sedang sibuk memasak di dapur restoran “DConanFamily” merasa terganggu
karna daritadi, Chef pemula yang bernama Ridho terus memanggilnya untuk diberi
petunjuk. Harjono sebagai kepala Chef di restoran tersebut merasa risih dengan
kedatangan Ridho yang juga bekerja disana. Akhirnya Ia menyuruh Ridho untuk
melayani tamu-tamu. Seperti memberikan dan menerima menu dan mengantarkan
makanan.
Ridho melihat
seorang wanita muda masuk kedalam restoran dan seorang pemuda yang hanya
mengantarkannya masuk kedalam restoran lalu keluar lagi. Ia segera membawa menu
dan menghampiri pelanggan barunya. Sebelum beranjak ke meja pelanggannya, Ia
sukses menyenggol botol kecap dan menumpahkannya ditempat. Ia tinggalkan begitu
saja kecerobohannya dan pergi ke tempat meja pelanggan barunya.
“Konnichiwa,
nyonya. Ada yang bisa saya bantu?” sapa Ridho sopan sambil menunduk.
“Nyonya?
Sembarangan!” omel Natasha dan menutup tablet nya yang daritadi digunakannya sambil menunggu.
“Aku
tidak pernah berpikir Rizky akan cepat meninggalkan kita.” Ujar Mei memulai
gosipnya. Teman-teman sekampus Rizky itu sedang nongkrong di kafe remaja yang
menjadi tempat favorit mereka.
Khairul hanya mengangkat bahu.
“Lagi
pula, penyebab dan pelakunya juga belum diketahui.” Jawab Adis sambil melototi
layar laptop nya yang menampilkan berita tersebut.
“Sudahlah.
Nanti juga polisi bisa mengetahuinya.” Ucap Laksmi menikmati eskrim nya.
Daffa
dan Ivan hanya sibuk pada makanannya sendiri. Mereka Tidak suka ikut gossip
teman-temannya yang selalu memikirkan kasus-kasus yang menurut mereka tidak
penting.
Rana
mengeluh, “Padahal Ia lumayan ya. Sayang sekali….”
“Heh!”
protes Adis. “Dia juga punya pacar rupanya. Katanya, Ditempat kejadian,
pacarnya terus menangis dan tidak bisa tenang.” Adis memberikan informasi
penting yang membuat mereka tersentak. Matanya tetap melotot pada laptopnya.
“Apa?!”
Rana kaget setengah mati. “Dia tidak pernah cerita!”
“Memang
akhir-akhir ini Rizky berbeda dari biasanya.” Ujar Khairul angkat bicara. Ia
adalah teman curhatnya Rizky.
“Aku
ikut berduka… 3 hari yang lalu kita masih bersama-sama disini…” Fhara menunduk
mengenang masa lalu.
Rana
menoleh kearah luar kafe, “Ah adikku sudah menjemput. Sudah ya. Bye!” pamitnya
dan pergi keluar kafe menemui adiknya, Rania.
Bel sekolah itu berbunyi dengan kencangnya. Gadis kecil yang
dipanggil Adila berjalan dilapangan sekolah sambil menunduk. Ia melangkah
lambat dan dengan tidak sadar bahunya ditepuk oleh seseorang. “Hai! Melamun
saja!”
“Ah…
Veren.” Jawabnya singkat.
“Aku
tahu kamu masih sedih atas meninggalnya kakakmu. Kami akan main kerumahmu.
Bolehkan?” ujar Veren dengan senang.
“Kami?”
Tanya Adila heran.
Veren menunjuk
gerombolan temannya yang wajahnya sangat dikenal Adila. Adila mengeluh menatap
wajah teman-temannya yang sangat ribut dan tidak bisa diam. Mereka adalah,
Nissa, Andi, Rania, Rifi, Yumna, Salma, Jeje dan Nabila. Mereka ber-enam malah
menyengir tanpa dosa. Adila tidak pernah berhenti menggerutu dalam dirinya.
Fani menekan
bel yang terpasang di dinding rumah yang Ia kunjungi. Sambil menunggu, Ia tiada
henti-hentinya menelpon pemilik rumah tersebut dengan ponselnya. Sekitar 20
menit Ia menunggu diluar, keluarlah seorang wanita berkacamata dengan wajah
senyum polosnya. Ia bisa melihat wajah Fani yang memancarkan… seperti api…
kemarahan.
“Maaf
ya membuat kakak menunggu lama.” Katanya dengan senyum polos seraya membukakan pintu
pagar yang membatasi mereka.
“Tidak
apa-apa. Aku sudah biasa diperlakukan seperti ini oleh-mu.” Jawab Fani dan
langsung membuka sepatu hak-nya, lalu masuk kedalam mengikuti wanita itu—Anggi.
Fani duduk
di ruang tamu sampai akhirnya Anggi menyuruhnya untuk masuk kekamar mendiang
kakaknya, Rizky. “Ia seperti meninggalkan sesuatu untukmu.”
Fani tersentak.
“Apa maksudmu?”
“Entahlah.”
Tiba-tiba Anggi mendengar suara bel dan keramaian di halam
rumahnya. Segera Ia pamit pada Fani dan menuju teras rumahnya. Didapatinya Adila,
adik kandungnya dan teman-temannya yang banyak jumlahnya. Adila menyengir
setelah mendapati kakaknya terbengong melihat Ia dan kawan-kawannya. Dengan nada
bergetar Anggi menyapa, “Kalian sudah pulang sekolah ya…?”
Malam itu,
Natasha berencana untuk pulang kerumah temannya, Diana. Dia dan pelayan ataupun
sopirnya dan juga temannya—Jean, segera menuju rumah Diana dengan cepat. Sesampainya
disana, Ia dapati ramai nya suara tertawa didalam rumah tersebut. Tanpa mengetuk,
Natasha masuk kedalam.
Seorang
lelaki yang memegang biji mahyong sambil terlihat sedikit mabuk menyapa
Natasha, “Hai cantik! Sudah pulang ya?”
“Jangan
bodoh, Joseph! Kenapa kau mabuk?!” Natasha mengomel. Ia benci orang yang mabuk.
Dan lagi, teman-temannya malah melakukan judi mahyong dirumah Diana.
Diana,
pemilik rumah berkata, “Hari ini sepertinya aka nada rencana baru. Makanya kami
semua berkumpul disini.”
Natasha
memandang teman-temannya. Aldy, seorang lelaki muda menggeram sambil melempar
biji mahyong, tampaknya dia kalah bertaruh. Diliriknya lagi seorang wanita yang
tertawa bahagia melihat tingkah Aldy, sepertinya Nanda memenangkan judi ini.
Ariq, seorang lelaki pendek meneguk arak nya karna kalah bermain.
“Hei
aku juga mau ikutan dong!” tukas Jean dan duduk disamping Diana.
“Kau
telat!” jawab Nanda cepat. “Akulah yang menang! Hahaha!”
Mereka terus
tertawa menikmati kebersamaan mereka sampai, “TADAIMA!” sebuah suara memekakkan
telinga seisi rumah. Seorang lelaki muda dengan laptop nya yang terbuka segera
masuk kedalam rumah.
“Ridho
bodoh! Mengagetkan saja!” omel Diana sambil melepar kaleng jus dan tepat
mengenai wajah Ridho.
Ridho
menyingkirkan kaleng jus yang terjatuh dan berkata “Akhirnya pesan ‘Dia’
datang!” lalu meletakkan laptop nya
diatas meja yang teman-temannya lakukan untuk berjudi. Ia sibuk menghubungkan
internet dan menghubungi ‘Dia’
“Huh! Dia
selalu saja bikin repot.” Keluh Ariq membuang muka.
“Heh,
jujur saja. Kau menikmatinya kan?” goda Nanda pada Ariq.
Aldy
ikut menyambar dengan tertawa nya yang tidak enak didengar, “Aku juga suka
pekerjaan itu! Baiklah, untuk soal sepeti ini, serahkan padaku!”
Natasha
yang panas mendengar hal itu malah mengomel, “Kapan sih kasus ini akan segera
berakhir?!”
“Kalau
begitu, mari kita selesaikan kasus ini.” Jawab suara yang muncur dari Laptop
yang sudah disiapkan oleh Ridho.
“Tadaima…”
Khairul membuka pintu rumahnya dan mendapati rumahnya kosong. mungkin sudah tidur, pikirnya. Ia meletakkan
tas nya diatas meja makan dam mulai melahap makan malamnya yang sudah disiapkan
adiknya.
Seusai makan,
Ia membuka pintu kamar adiknya dan mengintip kedalam, “Sudah tidur ya?”
Dan ternyata
memang tidak dijawab.
Ia segera melepas pakaiannya dan memendamkan dirinya di
bath-up yang sudah terisi air hangat. Entah siapa yang mengisi nya, Ia tidak
peduli. Seusai mandi, Ia melirik jam. Sudah menunjukkan pukul 11 malam.
Ia masuk
kedalam kamar tidur adik satu-satunya dan mecium kening adiknya, “Selamat
tidur. Maaf ya kakak terlambat pulang dan tidak menghubungimu.” Ucapnya sambil
mengusap rambut adik kesanyangannya.
Kemudian
Ia pergi kekamarnya, dan mulai merebahkan dirinya diatas lasur yang empuk.
Pukul 1 malam, 6 orang yang terdiri dari 4 pria dan 2 wanita
menyelinap masuk kedalam rumah Khairul.
Naomi bangun dari tidurnya karna
bermimpi buruk. Firasatnya tidak enak dan Ia beranjak keluar kamar. Ia pergi ke
dapur dan menuang air minum ke gelas nya. Ia duduk dikursi ruang makan dan meneguk air mineralnya. Ia melirik jam
dinding, pukul 2 malam.
Terpikir olehnya. Kakaknya,
Khairul, belum bertemu dengannya malam ini. Ia beranjak kekamar kakaknya yang
letaknya tidak jauh dari kamarnya. Sebelum membuka pintu, Ia mengetuk pintu. Tak
ada yang menjawab. Tentu saja. Kakaknya kan sedang tidur.
Ia membuka pintu kamar kakaknya dan
masuk kedalamnya. Sunyi. Ia masuk dan menginjak genangan air diatas lantai. “Dasar
kakak. Ada yang tumpah kok dibiarkan saja!” gerutu nya dalam hati dan melangkah
menuju saklar lampu berada. “Kak…” katanya sambil menekan saklar lampu. Tiba-tiba
Naomi terbengong mendapati apa yang ada diatas lantai. Sedetik kemudian, “KYAAAAAA…!!!!!!!”
Ia rubuh tak berdaya. Ia pandangi
mayat kakaknya yang meninggal dengan mengenaskan. Darah yang menggenang diatas
lantai perlahan bergerak kearahnya. Nafas Naomi tidak teratur. Tanpa Ia sadari,
Ia terisak dalam sunyi.
“Apa boleh buat kan? Dia kan
berhubungan dengan orang yang pertama kita bunuh.” Ujar Aldy dengan santai.
“Iya sih. Menurut ‘Dia’ yang sudah
melakukan observasi dan pengamatan secara menyeluruh, pria bernama Khairul itu
teman curhatnya Rizky. Dan dia menyimpan semua rahasia Rizky. Termasuk rahasia
kita.” Ujar Natasha setuju.
“Hmp. Orang yang mengetahui rahasia
kita memang sudah seharusnya dibungkam kan?” kata Nanda dingin.
“Seperti yang diharapkan dari
pembunuh berdarah dingin~” Joseph menghampiri Nanda dengan genitnya.
Jean melempar-lempar biji
mahyongnya, “Entah sudah berapa orang yang kita bungkam.” Ujarnya.
“Kau menyesal, eh?” Tanya Diana dengan
nada menggoda.
Ridho baru saja keluar dari kamar
mandi, “Setelah bekerja sampingan di restoran tadi, aku langsung bertugas lagi malam
ini. Aku lelah sekali.” Keluhnya sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.
“Mandi malam-malam itu tidak baik
lho!” tegur seorang wanita yang entah sejak kapan ada dibelakang Ridho.
“Isabel? Kau sejak kapan ada
disini?” Tanya Nanda yang baru melihat Isabel setelah ‘bertugas’.
“Aku hanya mampir.” Jawab Isabel
singkat. “Jadi siapa saja tadi yang kerumah pria itu?”
“Aku, Aldy, Joseph, Ridho, Nanda dan
Diana.” Jawab Ariq sambil menunjuk orang-orang yang disebutkannya.
Jean angkat bicara, “Kenapa sesadis
itu sih? Kan tembak kepalanya saja sudah cukup.”
“Dia tidak mau bicara. Jadi kami
siksa dulu.” Jawab Nanda datar.
“Yah… Intinya, para penganggu sudah
kita usir. Dan kita tunggu berita besok. ” Ujar Natasha meluruskan kakinya
diatas sofa yang empuk. Lalu mereka semua bersulang atas keberhasilan mereka.
Pagi itu, rumah Khairul dikerumuni
polisi dan teman-temannya. Naomi yang terisak didalam rumahnya ditenangkan oleh
teman-temannya.
“Sabar ya…” ujar Leon, teman satu
ekskul nya.
“Kami akan selalu bersamamu kok. Kamu
tidak akan sendiri…” ujar Fitri perhatian dan mengusap rambut Naomi.
“Sabar ya nak, kami semua disini
ada untukmu…” ujar Bu Yura, guru Naomi yang juga ada disana untuk melayat.
“Tabah ya…” Waldina memeluk Naomi
dengan erat.
Seorang polisi menghampiri senior
nya dan berkata, “Tidak ditemukannya jejak apapun, Sir!”
“Tidak mungkin!” jawab Inspektur
Mitsu dengan sedikit berteriak. “Lakukan dengan teliti!” perintahnya lagi pada
anak buahnya, Siddhi.
Teman-teman Khairul, yang selalu
berada didekatnya untuk bergosip, kali ini menangis didepan jasad sahabatnya. Mereka
adalah, Mei, Adis, Laksmi, Daffa, Ivan, Rana, dan Fhara.
Setelah 15 tahun kedepan, kedua
kasus itu resmi ditutup. Dan tidak pernah diketahui siapa pelaku dan apa
penyebabnya. Polisi pun tidak mampu mengungkapnya, sampai sejauh ini.
#PENTING
Sebenernya, orang yang ditampilkan di laptop itu.... saya...
#ternyataAuthornyaJugaMauIkutanjadiTokohDisini...
#PENTING
Sebenernya, orang yang ditampilkan di laptop itu.... saya...
#ternyataAuthornyaJugaMauIkutanjadiTokohDisini...
No comments:
Post a Comment