cerita ini sebelumnya udah di post di blog yang satu lagi dan sengaja di post disini juga (~ '-')~
Pagi itu, 29 oktober, Aku harus bersiap-siap untuk ikut
tanding di kejuaraan Grand Final karate se-Internasional. Tapi, aku akan
berangkat menjelang siang nanti, karna giliranku tanding adalah pada pukul
03.00 sore.
Aku bangun dengan malas pagi ini. Padahal harusnya aku
senang, karna aku akan meraih juara tahun ini dengan juara pertama. Aku akan
menjadi Karateka terbaik se-dunia.
Oh iya, aku lupa. Namaku Jean. Aku adalah seorang remaja
yang tinggal disebuah Apartmen kecil bersama seorang temanku. Dia adalah wanita
yang tinggal disebelah kamarku. Terkadang dia datang untuk membuatkanku
makanan. Namun, dia cukup merepotkan bagiku, dia sulit untuk menepati janjinya.
Pagi ini pun aku bangun kesiangan. Padahal, semalam aku
sudah meminta wanita bodoh itu untuk membangunkanku. Tapi dia tak muncul sama sekali. Terpaksa Aku
langsung mandi dan melanjutkan latihanku.
Seusai Mandi, aku coba telepon wanita itu. Aku berniat untuk
menceramahinya karna sudah kesekian kalinya dia tidak menepati janjinya untuk
membangunkanku. Kuraih gagang telepon yang terletak diatas meja belajarku.
Kutekan nomor teleponnya yang sudah kuhapal diluar kepala. Lima kali
deringan…..
“Halo~” sapa suara disebrang sana dengan ceria.
“Kenapa kau tidak membangunkanku?” kataku sewot.
“Oh….” Jawabnya singkat. “Gawat aku lupa!” suara disebrang
sana terdengar histeris.
“Ini sudah ke seratus kalinya kau ingkar janji.” Kataku
datar.
“Aduduh~ maaf deh~ aku sedang belanja nih. Di Mall yang baru
dibuka itu~ banyak diskonnya loh~” curhat suara disebrang sana dengan bahagia.
“Aku tidak peduli.” Jawabku malas. “Kamu harus antarkan aku
ke tempat pertandingan nanti.”
“Oh iya. Kamu kan ada pertandingan grand final itu ya.
Selamat sudah masuk ke 3 besar.
Pokoknya, kamu harus juara 1 ya!”
“Kuharap kamu pulang jam 11 nanti untuk mengantarkanku.”
Tukasku tegas.
“Yaya baiklah. Kita lihat nanti~ bye~”
Kututup telepon itu. Wanita itu selalu saja begitu. Hidupnya
selalu bahagia. Tapi, setahuku dia sedang ada masalah besar, bisa-bisanya dia
tertawa disaat begini. Yah, dia memang tipe orang yang selalu menyembunyikan
masalahnya sih.
Kuraih pakaian yang tergantung dibalik pintu kamarku.
Kugunakan dengan Cuma-Cuma. Aku memulai pemanasan.
Sepertinya ada yang kurang. Aku melangkah menuju dapur.
Benar saja, tak ada sarapan. Kenapa hari ini dia tidak membuatkanku sarapan?
Dasar wanita bodoh itu.
“Hhhhh….” Aku menghela nafas. Aku malas sekali utnuk keluar
mencari sarapan. Semoga wanita itu kembali sebelum jam 11 dan membelikanku
sarapan.
Aku melanjutkan pemanasan. Tapi rasanya, kurang efisien juga
pemanasan tetapi belum makan. Yah, tunggu saja wanita bodoh itu. Kunyalakan
radio yang memuat tentang finalis kejuaraan tahun ini. Aku tersenyum, namaku disebutkan.
Waktu telah menunjukkan pukul 10:30. Perutku semakin lapar.
Sepertinya tak ada yang bisa diharapkan dari wanita itu. Terpaksa aku harus
keluar untuk mencari sarapan.
Aku telah menyiapkan uang dan mulai membuka pintu. Kubuka
kenop pintu dan aku dapati seorang wanita yang sangat kukenali dihadapanku. Dia
sedang melambai pada orang lain diluar sana dengan tersenyum bangga. “Gawat, wajah itu lagi…” batinku.
Aku tahu apa yang akan terjadi.
Wanita itu melangkah maju tanpa memperhatikan apa yang ada
dihadapannya. BRUK. Dia menabrak menghantuk dahiku. Dia terlalu ceroboh. Ini
salah satunya yang membuat aku kesal.
“Aduh! I’m sorry!
Forgive me! My apologize!” katanya panjang lebar tanpa melihat orang
yang ada dihadapannya.
Aku hanya berdiri mematung dengan raut wajah malas
dihadapannya. Menatapi wajahnya yang hanya bisa menyengir setelah tahu bahwa
aku lah yang ditabraknya.
“Kalau pintu ini tertutup. Kau akan menabrak pintu ini
bukan?” kataku melangkah keluar.
“Tidak dong. Aku kan sudah mendengar pintu terbuka. Tapi
salah kau sendiri, malah tetap berdiri diambang pintu!” katanya mengelak. “Oh
ya, mau kemana?”
“Cari makan.” Jawabku pendek.
Wanita itu meraut kesal, “Yasudah aku makan sendiri saja!”
Aku kembali melangkah kekamarku dan mengikuti wanita itu
masuk kedalam. Ternyata dia sudah membawakanku makanan, walaupun agak telat.
“Kau bawa apa?”
“Masakanku~” jawabnya bangga.
“Hm? Kau sedang tidak dirumah tadi.”
“Sepulang belanja, aku minjam dapur teman dan menumpang
masak dirumahnya. Soalnya, gas didapurku habis. Dia juga baik mengantarkanku
sampai kesini~”
“Didapurku gas nya masih ada.”
“Tidak. Sudah habis.” Jawab wanita itu datar.
“Jangan bilang kau sudah memeriksanya tadi?” tanyaku curiga.
“Yups! Tidurmu masih tetap konyol!” Dia terkekeh.
Aku menyadari
perbedaan pada rona wajahku. “Kalau begitu, kenapa tidak membangunkan aku?!”
“Kamu terlihat nyenyak sekali!” jawabnya seraya memberikan
sepiring pizza buatannya padaku.
Aku memotong pizza itu dan memasukkannya kedalam mulutku.
Enak seperti biasanya. Masakannya tidak kalah dengan masakan ibuku.
Dia melirik jam tangan yang terikat dipergelangan tangannya,
“Gawat! Aku keluar sebentar ya!”
Aku hanya terdiam dan membiarkan Ia pergi. Tanpa menyadari,
beberapa menit lagi dia harus mengantarkanku.
“Hei!!!!” teriakku menyuruh dia kembali. Namun, wanita itu
tetap saja pergi dan meninggalkanku.
Ku selonjorkan kakiku diatas kursi, rileks. Sambil menunggu
wanita itu kembali, aku buka majalah fashion miliknya yang tertinggal dikamar
apartmenku ini. Kubaca satu persatu halamannya. Entah kenapa wanita itu suka
fashion, padahal dia terlihat tomboy.
Kusadari waktu telah berjalan begitu cepat. Pukul 11.30
sekarang. Wanita itu belum juga kembali. Aku mulai berniat memukulnya kalau
ketemu nanti. Lalu, kusadari ponselku berbunyi. Ku lihat apa yang menyebabkan
benda itu berbunyi. Ternyata sms dari wanita itu.
Maaf aku tidak bisa mengantar.
Seolah petir menyambar di benakku. Lebih dari menyebalkan.
Wanita itu menjengkelkan. Seharusnya dia bilang daritadi. Dasar wanita
bodoh. Hei aku sedang berusaha bersabar kau tahu, bodoh. Batinku.
Terpaksa aku harus brangkat sendiri. Maksudku meminta antar
wanita itu adalah, karna mobilku sedang di servis. Kalau ada mobilku sendiri
sih, aku tak perlu meminta bantuan pada wanita itu. Cepat-cepat aku berangkat
keluar dan meninggalkan apartmen.
Perjalanan dari sini menuju area pertandingan adalah kurang
lebih 2 jam. Dan itu pun harus empat kali naik bus. Hari yang melelahkan.
Sebenanrnya sih aku bisa saja meminta dijemput oleh pegawai yang bekerja
disana. Tetapi, hal itu sangat merepotkan bagiku.
Akhirnya sampai juga di gedung pertunjukan ini. Kulihat
beberapa panitia segera menghampiriku dan menyapaku. Aku hanya bertindak stay
cool dan tetap melangkah masuk kedalam gedung. Ku dapati seorang temanku datang
dan bertanya padaku, “Kau tidak bersamanya?”
“Apa?” tanyaku tidak mengerti.
“Pacarmu. Biasanya kau datang bersamanya.” Ujar nya dengan
cengiran khas nya.
“Dia Bukan pacarku. Sekarang dia sedang keluar, entah
kemana.”
Aku tidak terlalu mempedulikan temanku dan segera menuju
ruang ganti. Kuganti pakaianku dengan pakaian latih tanding. Satu jam lagi
menuju pertandingan. Kuhabiskan waktuku untuk pemasanan dan melatih kekuatan
otot-ototku.
Sesekali kulirik ponselku, siapa tahu saja dia mengirim
pesan untukku. Tapi ternyata aku hanya berharap. Tak ada satupun pesan yang
masuk. Aku hanya khawatir, jika dia tidak menyuport ku dari bangku penonton,
tak ada semangat lagi untukku disaat bertanding. Seperti waktu itu…
Seorang petugas masuk kedalam ruang pemanasan ku dan
berkata, “Bersiap-siaplah, setelah ini, giliran anda.”
Aku hanya membuang muka dan melanjutkan pemanasanku. Tentu
saja aku tahu setelah inigiliranku, karna aku mendengar siaran radio yang
memutar berita seputar karate disini.
Waktu berlalu. Giliranku utnuk bertanding. Aku bertanding
dengan seorang lelaki berbadan besar dan tinggi. Sepertinya dia kuat…
Aku terus mencari celah untuk melawan lawanku ini. Dia cukup
kuat untuk seorang karateka pemula. Namun, kekuatannya bisa membawanya mencapai
grand final. Tak peduliapapun yang terjadi, aku akan tetap menang.
Aku menghela nafas lega. Tanpa wanita itu, tanpa support
dari wanita itu, aku bisa menang. Betapa beruntungnya aku. Pertandingan
selanjutnya, aku harus menjadi lebih baik. Banyak tepuk tangan dan pujian yang
mengarah kearahku. Namun, aku tidak peduli itu semua. Aku hanya ingin, orang
itu yang memberikan selamat padaku.
Pertandingan gilirannya akan dimulai jam 6. Aku melangkah
menuju ruang ganti dan berniat untuk istirahat. Kulirik kembali ponselku, benar
saja. Tetap tak ada pesan ataupunpanggilan dari dirinya. Hah? Mikir apa aku? Tanpanya juga aku sudah menang. Tak ada lagi
gunannya mencemaskan dia. Disaat begini saja dia sudah meninggalkanku.
Batinku.
Aku beristirahat. Sialnya, aku lupa membawa bekal untuk
makananku kali ini. Memang sih, panitia bisa saja menyiapkanku makanan, tapi
selama ini, bekal yang kubawa kan selalu
saja dibuatkan oleh wanita itu. Sudah banyak hal yang tak Ia lakukan untukku
hari ini. Padahal, ini bisa jadi hari special atas kemenanganku. Wanita itu
selalu saja membuatku marah, sial.
Kucoba menelponnya dengan ponselku. Tuuut…. Tuuuut…. Ya! Terus saja dering seperti ini! Dia sama sekali
tidak mengangkat teleponku. Dia mengabaikanku. Padahal aku kan ingin
mengatakan, aku adalah peserta final! Dan aku akan menjadi nomor satu. Karna
itu…. Aku mengharapkan dirinya disini. Bodoh…
apa yang kupikirkan?
Tiba saatnya pertandingan. Sorak-sorak penonton meramaikan
arena pertandingan. Kutatapi satu-satu orang dan bangku penonton. Benar saja,
dia tidak datang. Apakah aku bisa menang?
Aku fokuskan semuanya pada lawan dihadapanku. Orang ini
bukanlah orang yang bisa diremehkan. Orang ini sangat kuat. Walaupun tubuhnya
tidak besar, otot-ototnya kekar. Akankah aku bisa menang melawannya? Tanpa
teriakan bodoh diirnya yang mati-matian mendukungku?
Disebrang sana, seorang wanita yang sedang tersenyum sambil
menatap layar televisi bergumam, “Hm… Kau pasti akan kalah.”
Pertandingan berakhir! Aku merasakan terbaring diatas tandu.
Apakah aku gagal?
Yah, menjadi nomor dua sedunia juga masih menguntungkan.
Ternyata memang tak bisa dipungkiri, aku sangat membutuhkan dirinya. Tahun
depan, aku tak akan mengulang kesalahan yang kedua kalinya.
Setelah aku bangun dari tidur singkatku, waktu sudah
menunjukkan pukul 9 malam. Aku segera
bergegas dan bersiap-siap untuk pulang. Kuraih ponselku dan menekan nomor yang
sudah kuhafal. Masih tetap tak diangkat. Jangan katakana aku akan pulang
sendiri lagi. Jarang ada kendaraan umum dimalam seperti ini.
Sudah satu jam aku berjalan. Akhirnya kutemui taksi yang
baru saja ingin pulang kerumahnya. Untung saja aku bisa memaksa sopir taksi
tersebut dengan meminta foto denganku. Tak kusangka juga dia adalah
penggemarku. Aku beruntung mala mini. Tapi, bukan keberuntungan juga sih, hari
ini aku kalah dan wanita itu tidak bisa dihubungi sama sekali. Dan lebih parah
lagi dia menelantarkan ku.
Aku duduk dikursi belakang. Yang bisa kupikirkan hanyalah,
melampiaskan semua kemarahanku padanya. Aku akan lakukan apapun dalam
pelampiasan setelah ini. Tak peduli appaun yang terjadi, aku sangat lelah karna
dirinya. Karna itu, aku butuh pelampiasan.
Sudah pukul 11.55 malam. Sebentar lagi aku akan sampai
didepan Apartmenku. Lelahnya diriku hari ini. Dan tak lupa juga, untuk memberi
hukuman pada wanita itu. Dia seperti mempermainkanku.
Kututup pintu mobil dan kusodorkan uang untuk membayar supir
taksi tersebut. Kulangkahkan kakiku menuju apartmen. Aku memasuki aula dan
terus berjalan sampai kedepan lift. Suasana sudah hening sejak tadi. Tentu
saja, sudah jam 12 malam. Aku menekan tombol 30. Lift naik menuju lantai 30.
Pintu lift terbuka. Aku melangkah keluar dari lift dan
menuju kamarku. Sebelum itu, kutengok juga kamar’nya’. Tampaknya tak ada orang.
Ya sudahlah, aku ingin cepat-cepat berbaring diatas tempat tidur hangat nan
nyaman. Kubuka pintu apartmenku.
Gelap gulita. Itulah yang pertama kali kupandangi didalam
kamarku. Benar juga, sebelum pergi aku memang sengaja mematikan semua lampu
untuk menghemat listrik. Kulangkahkan kakiku masuk kedalam dan kututup pintu.
Kulepas sepatuku dan segera aku melangkah untuk mencari saklar lampu.
Tiba-tiba, lampu menyala. Kulihat seorang wanita yang sangat
kukenal disana. Ia segera menghampiri dan memeluk diriku, “Kau kalah kan?”
katanya dengan sedikit tertawa.
Aku hanya tertegun dan hanya bisa berdiri mematung. Ini
pertama kalinya wanita ini memluk diriku. Tiba-tiba Ia melepas pelukannya dan
mengambil kue besar yang terletak diatas meja, “Tiuplah api ini!” katanya
dengan ceria. Aku hanya bisa tersenyum dan meniup api di lilin yang berada
diatas kue tersebut.
“Selamat ulang tahun, Jean!” ucapnya dengan ceria. “Kau akan
bertambah tua~”
Aku bahkan lupa, hari ini adalah hari ulang tahunku.
Dia memotong kue diatas meja dan segera memberikannya padaku
seraya berkata, “Maaf mengabaikanmu. Kejutan itu pasti menyenagkan kan?” Ia
menyuapkan potongan kue itu ke mulutku. Aku sadari lagi perbedaan pada rona
wajahku. Aku melahap kue yang Ia suapi untukku.
Tak ada yang lebih menyenangkan bagiku. Kupeluk erat wanita
itu dan bergumam, “Terimakasih. Aku senang sekali.”
Waniat itu balas memelukku dan menjawab, “Sama-sama~ selamat
untuk bertambah tua nya dirimu! Aku tetaplah lebih muda dibanding kamu!”
Aku tersenyum dan menjawab, “Aku masih muda tahu.”
Tak ada hari yang lebih menyenangkan bagiku. Dan sepertinya,
aku kehilangan kesempatan untuk melampiaskan amarahku padanya.
~THE END~
No comments:
Post a Comment